By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Training HRTraining HRTraining HR
  • Inovasi dan Teknologi HR
  • Pelatihan HR
  • Peraturan dan Kebijakan
  • Sertifikasi BNSP HR
Search
  • Contact
  • Blog
  • Complaint
  • Advertise
© 2022 Foxiz News Network. Ruby Design Company. All Rights Reserved.
Reading: Perjanjian Kerja: Hak dan Kewajiban Karyawan serta Perusahaan
Share
Sign In
Notification Show More
Font ResizerAa
Training HRTraining HR
Font ResizerAa
Search
  • Inovasi dan Teknologi HR
  • Pelatihan HR
  • Peraturan dan Kebijakan
  • Sertifikasi BNSP HR
Have an existing account? Sign In
Follow US
  • Contact
  • Blog
  • Complaint
  • Advertise
© 2022 Foxiz News Network. Ruby Design Company. All Rights Reserved.
Training HR > Blog > Peraturan dan Kebijakan > Perjanjian Kerja: Hak dan Kewajiban Karyawan serta Perusahaan
Peraturan dan Kebijakan

Perjanjian Kerja: Hak dan Kewajiban Karyawan serta Perusahaan

venuss
Last updated: 25/09/2024 1:29 PM
venuss
Share
perjanjian kerja
perjanjian kerja
SHARE

Perjanjian Kerja: Hak dan Kewajiban Karyawan serta Perusahaan

Perjanjian kerja adalah dokumen formal yang mengatur hubungan antara pemberi kerja dan karyawan, mencakup hak dan kewajiban kedua belah pihak selama masa kerja. Sebagai landasan hukum dalam dunia ketenagakerjaan, perjanjian kerja memiliki peran penting dalam menjamin keadilan, kepastian, dan perlindungan bagi karyawan serta perusahaan. Perjanjian ini biasanya mencakup berbagai aspek penting seperti durasi kontrak, rincian pekerjaan, upah, jam kerja, hingga ketentuan pemutusan hubungan kerja. Dalam konteks ini, perjanjian kerja menjadi dasar yang memastikan setiap pihak memahami tanggung jawab dan hak mereka.

Contents
Perjanjian Kerja: Hak dan Kewajiban Karyawan serta PerusahaanJenis Perjanjian Kerja1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)a. Definisib. Karakteristik PKWTc. Jenis Pekerjaan yang Bisa Diatur dengan PKWTd. Contoh PKWT2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)a. Definisib. Karakteristik PKWTTc. Jenis Pekerjaan yang Bisa Diatur dengan PKWTTd. Contoh PKWTT3. Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Penuha. Definisib. Karakteristik Perjanjian Kerja Paruh Waktuc. Contoh Pekerjaan Paruh Waktu4. Perjanjian Kerja Lisana. Definisib. Karakteristik Perjanjian Kerja Lisanc. Perselisihan dalam Perjanjian Lisan5. Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)a. Definisib. Karakteristik KKBc. Contoh KKBSyarat-Syarat Perjanjian Kerja1. Kesepakatan Antara Pihak-Pihak yang Terlibata. Prinsip Kesepakatanb. Imbalan yang Adilc. Menghindari Kesepakatan yang Melanggar Hukum2. Kedua Pihak Harus Memiliki Kapasitas Hukuma. Usia Pekerjab. Pengusaha Harus Sahc. Kecakapan Pekerja3. Pekerjaan yang Dijanjikan Harus Jelasa. Uraian Pekerjaanb. Kesesuaian dengan Hukumc. Pekerjaan Harus Memiliki Nilai Ekonomis4. Tidak Bertentangan dengan Hukuma. Sesuai dengan UU Ketenagakerjaanb. Standar Kerja Minimumc. Hak Cuti dan Jaminan Sosial5. Perjanjian Harus Tertulis dan Jelasa. Keutamaan Perjanjian Tertulisb. Bahasa yang Dipahami Kedua Belah Pihakc. Isi yang Jelas dan Terperinci6. Jangka Waktu Perjanjian Kerjaa. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)b. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)7. Upah dan Kompensasia. Upah yang Adilb. Tunjangan dan Fasilitasc. Pembayaran Upah Lembur8. Jam Kerja dan Waktu Istirahata. Jam Kerjab. Waktu Istirahat9. Ketentuan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)a. Syarat PHKb. Kompensasi PHKSanksi dalam Pelanggaran Perjanjian Kerja1. Pelanggaran Perjanjian Kerja oleh Pengusahaa. Tidak Membayar Upah Sesuai Ketentuanb. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sepihak Tanpa Alasan yang Sahc. Melanggar Jam Kerja dan Upah Lemburd. Tidak Menyediakan Jaminan Sosial2. Pelanggaran Perjanjian Kerja oleh Pekerjaa. Tidak Melaksanakan Pekerjaan Sesuai Perjanjianb. Melakukan Pelanggaran Disiplin Beratc. Pengunduran Diri Tanpa Pemberitahuan3. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industriala. Perundingan Bipartitb. Mediasi atau Konsiliasic. Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)4. Sanksi dalam Pelanggaran Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)5. Sanksi Pidana dalam Pelanggaran Ketenagakerjaana. Tindak Pidana Perburuhanb. Kecelakaan Kerja yang Diakibatkan oleh KelalaianKesimpulan

Admin Training HR akan membahas mengenai pentingnya perjanjian kerja tidak hanya terletak pada kepatuhan terhadap undang-undang ketenagakerjaan, tetapi juga sebagai upaya untuk menciptakan hubungan kerja yang harmonis dan saling menguntungkan. Dengan adanya perjanjian yang jelas dan rinci, potensi konflik antara karyawan dan pemberi kerja dapat diminimalisir, karena segala kesepakatan sudah diatur sejak awal. Oleh karena itu, pemahaman yang baik tentang isi dan peran perjanjian kerja sangat penting bagi kedua belah pihak untuk menjaga kelangsungan hubungan kerja yang produktif dan berkelanjutan.

Jenis Perjanjian Kerja

perjanjian kerja
perjanjian kerja

Perjanjian kerja merupakan dokumen hukum yang mengatur hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha, mencakup hak, kewajiban, serta ketentuan yang berlaku bagi kedua belah pihak. Di Indonesia, perjanjian kerja diatur dalam Undang-Undang Ketenaakerjaan No. 13 Tahun 2003 dan Undang-Undang Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020. Perjanjian ini berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan hubungan kerja dan memberikan perlindungan hukum bagi kedua belah pihak. Secara umum, ada dua jenis perjanjian kerja utama di Indonesia, yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Keduanya memiliki ketentuan hukum dan karakteristik yang berbeda. Berikut penjelasan mengenai jenis-jenis perjanjian kerja yang berlaku di Indonesia:

1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

a. Definisi

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja dan pengusaha yang dibuat untuk jangka waktu tertentu, atau untuk jenis pekerjaan yang sifatnya sementara, proyek tertentu, atau pekerjaan musiman. PKWT digunakan untuk pekerjaan yang tidak bersifat tetap dan memiliki durasi yang telah ditentukan sejak awal.

b. Karakteristik PKWT

  • Durasi Tertentu: PKWT berlaku untuk periode waktu tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian, seperti untuk menyelesaikan proyek atau pekerjaan yang sifatnya sementara. PKWT dapat berlaku untuk maksimal 2 tahun dan bisa diperpanjang sekali untuk periode 1 tahun.
  • Tidak Ada Masa Percobaan: Pekerja dengan PKWT tidak boleh menjalani masa percobaan. Jika pengusaha memberlakukan masa percobaan dalam PKWT, perjanjian tersebut secara hukum dianggap tidak sah.
  • Pekerjaan Sementara: PKWT hanya dapat digunakan untuk pekerjaan yang sementara atau tidak bersifat terus-menerus. Contoh pekerjaan yang cocok untuk PKWT termasuk pekerjaan proyek, pekerjaan musiman, dan pekerjaan yang sifatnya darurat.
  • Berakhirnya PKWT: PKWT akan berakhir ketika jangka waktu atau proyek yang disepakati selesai. Jika PKWT diperpanjang atau melebihi batas waktu yang diizinkan, status pekerja akan berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
  • Kompensasi PKWT: Berdasarkan UU Cipta Kerja, ketika masa PKWT berakhir, pekerja berhak atas uang kompensasi yang dihitung berdasarkan masa kerja. Kompensasi ini diberikan sebagai bentuk penghargaan atas masa kerja yang telah dijalani.

c. Jenis Pekerjaan yang Bisa Diatur dengan PKWT

PKWT hanya dapat diterapkan untuk pekerjaan-pekerjaan yang bersifat sementara, seperti:

  1. Pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya (misalnya, proyek pembangunan atau renovasi gedung).
  2. Pekerjaan musiman yang dilakukan sesuai dengan kondisi atau kebutuhan tertentu (misalnya, pekerja musiman di industri agrikultur).
  3. Pekerjaan terkait produk baru atau aktivitas baru yang masih dalam tahap percobaan atau pengembangan (misalnya, pengembangan produk baru di perusahaan manufaktur).

d. Contoh PKWT

  • Proyek Pembangunan: Pekerja kontrak yang dipekerjakan selama 18 bulan untuk menyelesaikan proyek konstruksi gedung.
  • Musim Panen: Pekerja pertanian yang dipekerjakan selama musim panen tertentu untuk jangka waktu 6 bulan.

2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

a. Definisi

Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah perjanjian kerja yang bersifat tetap dan tidak dibatasi oleh jangka waktu tertentu. Pekerja dengan status PKWTT biasanya bekerja dalam hubungan kerja yang berkelanjutan, tanpa batas waktu spesifik, dan memiliki perlindungan yang lebih stabil dibandingkan dengan PKWT.

b. Karakteristik PKWTT

  • Durasi Tak Terbatas: PKWTT tidak memiliki batas waktu tertentu, artinya hubungan kerja berlangsung hingga salah satu pihak mengakhiri perjanjian kerja tersebut, baik karena pengunduran diri, pemutusan hubungan kerja (PHK), atau pensiun.
  • Pekerjaan Tetap: PKWTT digunakan untuk pekerjaan yang bersifat berkelanjutan atau tetap, yang memerlukan kehadiran pekerja dalam jangka panjang.
  • Masa Percobaan: Pada PKWTT, pengusaha dapat memberlakukan masa percobaan maksimal selama 3 bulan. Selama masa percobaan, pekerja dapat diakhiri hubungan kerjanya tanpa pemberian pesangon. Jika masa percobaan berlangsung lebih dari 3 bulan tanpa adanya perubahan status, perjanjian dianggap sah sebagai PKWTT.
  • Pemutusan Hubungan Kerja (PHK): Pemutusan hubungan kerja dalam PKWTT harus dilakukan dengan prosedur PHK yang jelas dan mengikuti ketentuan hukum. Pengusaha yang melakukan PHK tanpa alasan yang sah dapat dikenakan sanksi.
  • Pesangon dan Kompensasi: Pekerja dengan status PKWTT yang di-PHK berhak atas pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang dihitung berdasarkan masa kerja mereka di perusahaan.

c. Jenis Pekerjaan yang Bisa Diatur dengan PKWTT

PKWTT digunakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap dan berkelanjutan, seperti:

  1. Pekerjaan rutin dan berkelanjutan (misalnya, administrasi, keuangan, atau pekerjaan kantor lainnya).
  2. Pekerjaan di bagian inti perusahaan yang memerlukan kehadiran pekerja dalam jangka panjang (misalnya, operator mesin di perusahaan manufaktur).

d. Contoh PKWTT

  • Pekerjaan Administratif: Seorang staf administrasi yang bekerja di sebuah kantor perusahaan tanpa batas waktu tertentu.
  • Pekerja Pabrik: Seorang operator mesin yang dipekerjakan untuk menjalankan operasi harian di perusahaan manufaktur.

3. Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Penuh

a. Definisi

Perjanjian kerja untuk waktu tidak penuh adalah perjanjian kerja di mana pekerja bekerja dengan jam kerja yang lebih sedikit dibandingkan jam kerja penuh yang berlaku umum. Perjanjian ini biasa dikenal sebagai pekerja paruh waktu atau pekerja lepas. Peraturan terkait pekerja paruh waktu diatur oleh UU Ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa hak-hak dasar pekerja paruh waktu tetap dilindungi, meskipun jam kerjanya lebih sedikit dari pekerja penuh waktu.

b. Karakteristik Perjanjian Kerja Paruh Waktu

  • Jam Kerja Lebih Sedikit: Pekerja paruh waktu bekerja lebih sedikit dari jam kerja penuh (biasanya kurang dari 40 jam per minggu).
  • Hak yang Sama: Pekerja paruh waktu tetap memiliki hak atas upah, jaminan sosial, dan perlindungan ketenagakerjaan yang setara dengan pekerja penuh waktu, meskipun proporsional sesuai dengan jam kerja.
  • Fleksibilitas Kerja: Perjanjian ini lebih fleksibel dan biasanya digunakan oleh pekerja yang tidak terikat pada jadwal kerja tetap.

c. Contoh Pekerjaan Paruh Waktu

  • Kasir di Toko: Seorang kasir yang bekerja 20 jam per minggu di sebuah toko ritel.
  • Pengajar Paruh Waktu: Seorang dosen yang hanya mengajar 2-3 mata kuliah per minggu di universitas.

4. Perjanjian Kerja Lisan

a. Definisi

Perjanjian kerja lisan adalah perjanjian antara pekerja dan pengusaha yang tidak dibuat secara tertulis, tetapi dibuat berdasarkan kesepakatan secara lisan. Meskipun perjanjian lisan diperbolehkan, namun hal ini sangat tidak disarankan karena rentan menimbulkan perselisihan di masa depan jika tidak ada bukti tertulis yang dapat dijadikan acuan.

b. Karakteristik Perjanjian Kerja Lisan

  • Tidak Ada Bukti Tertulis: Perjanjian ini hanya berdasarkan kesepakatan verbal, sehingga tidak ada bukti tertulis yang dapat digunakan jika terjadi perselisihan antara pekerja dan pengusaha.
  • Berisiko: Perjanjian lisan berisiko lebih tinggi karena tidak ada acuan hukum yang jelas terkait hak dan kewajiban kedua belah pihak.

c. Perselisihan dalam Perjanjian Lisan

Jika terjadi perselisihan dalam perjanjian kerja lisan, pekerja atau pengusaha akan kesulitan membuktikan klaimnya karena tidak ada dokumen resmi yang bisa dijadikan rujukan.

5. Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)

a. Definisi

Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) adalah perjanjian yang disusun bersama antara pengusaha dan serikat pekerja yang mewakili pekerja. KKB mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak terkait dalam hubungan kerja dan sering kali memberikan syarat-syarat kerja yang lebih baik daripada ketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang.

b. Karakteristik KKB

  • Negosiasi Kolektif: KKB dibuat melalui proses negosiasi kolektif antara pengusaha dan serikat pekerja. KKB mencakup ketentuan mengenai upah, jam kerja, cuti, tunjangan, dan hak-hak pekerja lainnya yang disepakati secara kolektif.
  • Mengikat Pekerja dan Pengusaha: Setelah disepakati, KKB mengikat baik pengusaha maupun pekerja yang berada di bawah lingkup serikat pekerja yang terlibat dalam perjanjian.

c. Contoh KKB

  • KKB yang memberikan ketentuan lebih baik untuk tunjangan kesehatan dan pendidikan bagi pekerja dibandingkan dengan yang diatur oleh peraturan pemerintah.

Syarat-Syarat Perjanjian Kerja

perjanjian kerja
perjanjian kerja

Perjanjian kerja adalah dokumen yang mengatur hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha, serta memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban kedua belah pihak. Agar perjanjian kerja sah secara hukum dan memberikan perlindungan yang adil bagi pekerja dan pengusaha, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dan aturan terkait lainnya. Syarat-syarat ini mencakup ketentuan umum tentang bagaimana perjanjian kerja harus dibuat, apa yang harus dicantumkan, dan apa yang dihindari untuk mencegah pelanggaran hukum. Berikut adalah penjelasan mengenai syarat-syarat perjanjian kerja, mencakup ketentuan hukum, struktur employment agreement, dan aspek-aspek penting yang harus dipenuhi agar perjanjian tersebut dianggap sah:

1. Kesepakatan Antara Pihak-Pihak yang Terlibat

a. Prinsip Kesepakatan

  • Perjanjian kerja harus dibuat atas dasar kesepakatan antara pekerja dan pengusaha. Kedua belah pihak harus secara sadar dan sukarela menyetujui isi perjanjian tanpa adanya unsur paksaan, penipuan, atau kekhilafan. Kesepakatan ini penting untuk memastikan bahwa kedua belah pihak memahami hak dan kewajiban masing-masing.

b. Imbalan yang Adil

  • Kesepakatan antara pekerja dan pengusaha harus mencakup imbalan yang adil, termasuk upah dan tunjangan yang diberikan kepada pekerja sebagai imbalan atas pekerjaan yang dilakukannya. Kedua belah pihak harus sepakat tentang besaran upah, waktu pembayaran, dan syarat kerja lainnya.

c. Menghindari Kesepakatan yang Melanggar Hukum

  • Kesepakatan tidak boleh mengandung unsur yang bertentangan dengan hukum yang berlaku, seperti memaksa pekerja bekerja tanpa upah atau menempatkan pekerja dalam kondisi yang berbahaya tanpa perlindungan keselamatan.

2. Kedua Pihak Harus Memiliki Kapasitas Hukum

a. Usia Pekerja

  • Salah satu syarat utama employment agreement adalah bahwa pekerja harus memiliki kapasitas hukum. Di Indonesia, kapasitas hukum ditentukan oleh usia pekerja, di mana seseorang dianggap memiliki kapasitas hukum jika berusia minimal 18 tahun. Pekerja yang berusia di bawah 18 tahun hanya dapat dipekerjakan dalam kondisi tertentu, seperti pekerjaan ringan yang tidak membahayakan kesehatan dan keselamatannya.

b. Pengusaha Harus Sah

  • Pengusaha atau pemberi kerja harus memiliki status hukum yang jelas, artinya harus berbentuk badan hukum atau perorangan yang sah dan mampu mempekerjakan seseorang secara legal. Pengusaha harus memiliki izin usaha atau terdaftar secara resmi untuk mempekerjakan pekerja.

c. Kecakapan Pekerja

  • Selain dari sisi usia, pekerja juga harus dinyatakan cakap secara hukum untuk bekerja, artinya tidak dalam kondisi fisik atau mental yang membuatnya tidak mampu untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya di tempat kerja.

3. Pekerjaan yang Dijanjikan Harus Jelas

a. Uraian Pekerjaan

  • Perjanjian kerja harus mencantumkan jenis pekerjaan yang dijanjikan secara jelas dan terperinci. Uraian pekerjaan ini meliputi tanggung jawab pekerja, tugas yang harus dilakukan, serta keterampilan yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaan tersebut. Uraian yang jelas akan meminimalisir kesalahpahaman dan perselisihan antara pekerja dan pengusaha.

b. Kesesuaian dengan Hukum

  • Pekerjaan yang dijanjikan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya, tidak boleh ada employment agreement yang memaksa pekerja melakukan pekerjaan yang melanggar hukum, berbahaya tanpa perlindungan keselamatan, atau yang bertentangan dengan norma-norma etika dan sosial.

c. Pekerjaan Harus Memiliki Nilai Ekonomis

  • Pekerjaan yang dijanjikan harus memiliki nilai ekonomis bagi pekerja, artinya ada imbalan yang wajar atas pekerjaan tersebut. Pekerja harus dibayar upah yang layak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dalam peraturan ketenagakerjaan.

4. Tidak Bertentangan dengan Hukum

a. Sesuai dengan UU Ketenagakerjaan

  • Isi perjanjian kerja harus mematuhi Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia. Perjanjian tidak boleh mengandung ketentuan yang merugikan pekerja, seperti menetapkan upah di bawah upah minimum yang ditetapkan pemerintah atau melanggar hak pekerja atas jaminan sosial, keselamatan kerja, dan hak-hak dasar lainnya.

b. Standar Kerja Minimum

  • Standar kerja minimum seperti jam kerja, cuti, upah lembur, dan tunjangan sosial harus dipenuhi dalam employment agreement. Perjanjian yang mengabaikan atau menetapkan kondisi kerja di bawah standar minimum akan dianggap melanggar hukum dan tidak sah.

c. Hak Cuti dan Jaminan Sosial

  • Perjanjian kerja harus memberikan hak pekerja atas cuti tahunan, cuti sakit, dan cuti lainnya yang diatur dalam undang-undang, serta hak atas jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Pengusaha tidak boleh menghilangkan hak-hak ini melalui employment agreement.

5. Perjanjian Harus Tertulis dan Jelas

a. Keutamaan Perjanjian Tertulis

  • Perjanjian kerja harus dibuat secara tertulis, terutama untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Perjanjian kerja tertulis memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat bagi pekerja dan pengusaha jika terjadi perselisihan. Meskipun employment agreement lisan dapat berlaku, perjanjian tertulis lebih disarankan karena lebih mudah dibuktikan secara hukum.

b. Bahasa yang Dipahami Kedua Belah Pihak

  • Perjanjian kerja harus dibuat dalam bahasa yang dipahami oleh kedua belah pihak. Di Indonesia, employment agreement biasanya ditulis dalam bahasa Indonesia, tetapi jika melibatkan tenaga kerja asing atau perusahaan multinasional, perjanjian bisa dibuat dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa asing. Jika terdapat perbedaan penafsiran, versi bahasa Indonesia yang dianggap berlaku.

c. Isi yang Jelas dan Terperinci

  • Isi perjanjian kerja harus jelas, mencakup hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha, jam kerja, upah, tunjangan, hak cuti, serta mekanisme pemutusan hubungan kerja. Perjanjian yang ambigu atau tidak lengkap dapat menimbulkan perselisihan di kemudian hari.

6. Jangka Waktu Perjanjian Kerja

a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

  • Untuk PKWT, perjanjian harus mencantumkan durasi perjanjian secara jelas. PKWT biasanya digunakan untuk pekerjaan yang sifatnya sementara, proyek tertentu, atau pekerjaan musiman, dan berlaku untuk jangka waktu maksimum 2 tahun dengan opsi perpanjangan 1 tahun. Jika PKWT melebihi batas waktu yang ditentukan, status pekerja otomatis berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

b. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

  • Untuk PKWTT, perjanjian berlaku tanpa batas waktu tertentu, dan hubungan kerja berlangsung hingga salah satu pihak mengakhiri hubungan tersebut dengan prosedur pemutusan hubungan kerja (PHK) yang diatur oleh undang-undang.

7. Upah dan Kompensasi

a. Upah yang Adil

  • Perjanjian kerja harus mencantumkan besaran upah yang akan diterima pekerja. Upah tersebut harus sesuai dengan ketentuan upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah pusat atau daerah, sesuai dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

b. Tunjangan dan Fasilitas

  • Selain upah pokok, employment agreement juga harus mencantumkan tunjangan tetap dan tidak tetap yang akan diterima pekerja, seperti tunjangan transportasi, makan, kesehatan, dan lainnya. Perjanjian juga harus mencantumkan fasilitas yang akan diberikan kepada pekerja, jika ada, seperti asuransi kesehatan atau akomodasi.

c. Pembayaran Upah Lembur

  • Jika pekerja diminta untuk bekerja di luar jam kerja yang ditetapkan, employment agreement harus mencantumkan mekanisme pembayaran upah lembur sesuai dengan peraturan yang berlaku.

8. Jam Kerja dan Waktu Istirahat

a. Jam Kerja

  • Perjanjian kerja harus mencantumkan jam kerja yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan undang-undang, jam kerja di Indonesia maksimal 40 jam per minggu, dengan pembagian 8 jam per hari untuk 5 hari kerja atau 7 jam per hari untuk 6 hari kerja.

b. Waktu Istirahat

  • Pekerja berhak mendapatkan waktu istirahat setelah bekerja selama periode tertentu. Waktu istirahat ini biasanya diberikan dalam bentuk istirahat makan siang, serta cuti mingguan yang harus dicantumkan dalam employment agreement.

9. Ketentuan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

a. Syarat PHK

  • Perjanjian kerja harus mencantumkan syarat-syarat dan prosedur PHK sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PHK hanya bisa dilakukan dengan alasan yang sah, seperti pelanggaran disiplin berat, ketidakmampuan pekerja untuk melaksanakan tugas, atau keadaan perusahaan yang memerlukan PHK.

b. Kompensasi PHK

  • Jika terjadi PHK, pekerja berhak atas pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak. Jumlah kompensasi ini diatur oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan dan harus dicantumkan dalam perjanjian kerja untuk memberikan kepastian bagi pekerja.

Sanksi dalam Pelanggaran Perjanjian Kerja

perjanjian kerja
perjanjian kerja

Perjanjian kerja adalah dokumen hukum yang mengikat kedua belah pihak, yakni pekerja dan pengusaha, dalam hubungan kerja. Di Indonesia, perjanjian kerja diatur oleh Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta berbagai peraturan tambahan seperti Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang Cipta Kerja (UU No. 11 Tahun 2020). Pelanggaran terhadap perjanjian kerja oleh salah satu pihak dapat berakibat serius dan menimbulkan sanksi hukum. Sanksi ini bisa berupa sanksi administratif, sanksi finansial, atau sanksi pidana, tergantung pada jenis pelanggaran dan kerugian yang diakibatkan. Berikut adalah penjelasan mengenai sanksi dalam pelanggaran employment agreement, baik yang dikenakan kepada pekerja maupun pengusaha, serta langkah-langkah penyelesaian sengketa yang sesuai dengan hukum ketenagakerjaan:

1. Pelanggaran Perjanjian Kerja oleh Pengusaha

Pengusaha dapat dikenakan sanksi jika melanggar ketentuan yang tercantum dalam employment agreement atau peraturan ketenagakerjaan yang berlaku. Berikut adalah beberapa bentuk pelanggaran yang mungkin dilakukan pengusaha dan sanksi yang diatur oleh hukum.

a. Tidak Membayar Upah Sesuai Ketentuan

Salah satu pelanggaran umum yang dilakukan pengusaha adalah tidak membayar upah sesuai dengan perjanjian kerja atau di bawah upah minimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah (UMP/UMK).

  • Sanksi Administratif: Pengusaha yang melanggar ketentuan mengenai upah dapat dikenai sanksi administratif oleh Dinas Ketenagakerjaan. Sanksi ini dapat berupa teguran tertulis, denda, hingga pencabutan izin usaha.
  • Sanksi Finansial: Jika pengusaha terlambat atau tidak membayar upah, pekerja berhak atas denda keterlambatan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Besaran denda ini bergantung pada jumlah hari keterlambatan, dan denda tersebut harus dibayarkan bersama upah yang belum dibayar.

b. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sepihak Tanpa Alasan yang Sah

Pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan pengusaha tanpa alasan yang sah, atau tanpa mengikuti prosedur yang diatur dalam perundang-undangan, merupakan pelanggaran serius.

  • Sanksi Finansial: Jika pengusaha melakukan PHK sepihak, pengusaha wajib membayar pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sesuai dengan masa kerja pekerja yang bersangkutan. Jika PHK tersebut dilakukan tanpa mengikuti prosedur hukum yang benar, pengusaha dapat dikenakan sanksi tambahan berupa pembayaran kompensasi lebih besar.
  • Kewajiban Rehabilitasi Pekerja: Jika PHK dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), pengusaha dapat diwajibkan untuk mempekerjakan kembali pekerja yang di-PHK sepihak atau membayar kompensasi tambahan.

c. Melanggar Jam Kerja dan Upah Lembur

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja lebih dari 40 jam per minggu tanpa memberikan upah lembur sesuai peraturan melanggar ketentuan undang-undang.

  • Sanksi Finansial: Pengusaha wajib membayar upah lembur kepada pekerja yang bekerja melebihi jam kerja yang diatur. Besaran upah lembur dihitung berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 8 Tahun 1981. Jika pengusaha tidak membayar upah lembur, pekerja berhak mengajukan tuntutan kompensasi melalui jalur hukum.

d. Tidak Menyediakan Jaminan Sosial

Pengusaha yang tidak mendaftarkan pekerjanya dalam program BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan melanggar hukum dan dapat dikenakan sanksi.

  • Sanksi Administratif: Pengusaha yang tidak memberikan jaminan sosial kepada pekerja dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran, denda, hingga pencabutan izin usaha.
  • Sanksi Finansial: Jika pekerja mengalami kecelakaan kerja atau sakit, pengusaha yang tidak mendaftarkan pekerja ke BPJS harus menanggung biaya pengobatan dan kompensasi yang seharusnya ditanggung oleh BPJS.

2. Pelanggaran Perjanjian Kerja oleh Pekerja

Pekerja juga dapat dikenakan sanksi jika melakukan pelanggaran terhadap isi perjanjian kerja atau melanggar peraturan perusahaan. Sanksi yang diberikan kepada pekerja biasanya diatur dalam peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama (KKB).

a. Tidak Melaksanakan Pekerjaan Sesuai Perjanjian

Jika pekerja tidak melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan employment agreement, pekerja dianggap telah melanggar kewajibannya. Contoh pelanggaran ini meliputi:

  • Keterlambatan masuk kerja secara terus-menerus.
  • Menolak melaksanakan tugas yang sesuai dengan perjanjian kerja.
  • Sanksi Disiplin: Pekerja yang melanggar perjanjian kerja dapat dikenai sanksi disiplin oleh pengusaha, yang biasanya diatur dalam peraturan perusahaan. Sanksi disiplin ini bisa berupa teguran lisan, teguran tertulis, atau bahkan skorsing sementara.

b. Melakukan Pelanggaran Disiplin Berat

Pekerja yang melakukan pelanggaran disiplin berat, seperti tindak pidana, pencurian, penggelapan, atau tindakan kekerasan di tempat kerja, dapat dikenai sanksi berat hingga pemutusan hubungan kerja.

  • Pemutusan Hubungan Kerja (PHK): Jika pekerja melakukan pelanggaran berat, pengusaha dapat melakukan PHK dengan alasan yang sah tanpa kewajiban membayar pesangon. Namun, PHK harus dilakukan sesuai prosedur yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan, termasuk memberi kesempatan bagi pekerja untuk membela diri dalam sidang bipartit.

c. Pengunduran Diri Tanpa Pemberitahuan

Pekerja yang mengundurkan diri secara sepihak tanpa memberikan pemberitahuan kepada pengusaha dalam jangka waktu yang disepakati (biasanya 30 hari) juga dianggap melanggar perjanjian kerja.

  • Kewajiban Ganti Rugi: Dalam situasi ini, pekerja mungkin diharuskan untuk mengembalikan kompensasi tertentu yang telah diberikan oleh pengusaha, seperti uang training atau pelatihan. Ketentuan mengenai pengunduran diri ini biasanya diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan.

3. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Jika terjadi perselisihan terkait pelanggaran perjanjian kerja, baik oleh pengusaha atau pekerja, penyelesaiannya harus dilakukan sesuai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Ada beberapa tahapan dalam penyelesaian perselisihan ini:

a. Perundingan Bipartit

  • Langkah pertama dalam penyelesaian perselisihan adalah perundingan bipartit antara pekerja dan pengusaha. Kedua belah pihak berunding untuk mencapai kesepakatan damai tanpa melibatkan pihak ketiga. Jika perselisihan dapat diselesaikan melalui bipartit, hasilnya harus dituangkan dalam perjanjian tertulis yang mengikat kedua belah pihak.

b. Mediasi atau Konsiliasi

  • Jika perundingan bipartit gagal, langkah selanjutnya adalah melalui mediasi atau konsiliasi yang dilakukan oleh mediator dari Dinas Ketenagakerjaan atau konsiliator yang ditunjuk. Mediator atau konsiliator akan membantu kedua pihak mencapai kesepakatan yang adil.

c. Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)

  • Jika mediasi atau konsiliasi tidak berhasil, maka perselisihan dapat dibawa ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). PHI memiliki kewenangan untuk memutuskan sengketa ketenagakerjaan, termasuk perselisihan yang terkait dengan pelanggaran perjanjian kerja. Putusan PHI bersifat mengikat dan dapat dieksekusi.

4. Sanksi dalam Pelanggaran Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)

Jika pelanggaran perjanjian kerja terjadi dalam konteks Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) yang disusun antara pengusaha dan serikat pekerja, pelanggaran tersebut dapat berujung pada sanksi tambahan yang diatur dalam KKB.

  • Sanksi Finansial: Pengusaha yang melanggar ketentuan KKB dapat dikenai denda atau kewajiban membayar kompensasi tambahan kepada pekerja. KKB sering kali mengatur denda spesifik bagi pengusaha yang tidak mematuhi ketentuan yang telah disepakati bersama.
  • Sanksi dari Serikat Pekerja: Jika pekerja melanggar KKB, serikat pekerja dapat mengambil tindakan disipliner, seperti mencabut keanggotaan pekerja dari serikat atau memberikan sanksi sosial lainnya.

5. Sanksi Pidana dalam Pelanggaran Ketenagakerjaan

Selain sanksi administratif dan finansial, beberapa pelanggaran serius terhadap perjanjian kerja dapat dikenakan sanksi pidana. Pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi pidana meliputi:

a. Tindak Pidana Perburuhan

  • Pengusaha yang melakukan eksploitasi tenaga kerja atau melanggar hak-hak dasar pekerja, seperti tidak membayar upah selama berbulan-bulan, melakukan kekerasan fisik terhadap pekerja, atau menggunakan tenaga kerja anak, dapat dijatuhi sanksi pidana. Hukuman pidana ini dapat berupa denda atau penjara, tergantung pada jenis dan tingkat pelanggaran.

b. Kecelakaan Kerja yang Diakibatkan oleh Kelalaian

  • Jika pengusaha tidak mematuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sehingga menyebabkan kecelakaan kerja yang fatal, pengusaha dapat dikenakan pidana penjara karena dianggap lalai dalam memenuhi kewajiban hukum untuk melindungi pekerja.

Kesimpulan

Perjanjian kerja merupakan elemen krusial dalam menjalin hubungan profesional yang jelas dan adil antara karyawan dan pemberi kerja. Dengan mencantumkan hak dan kewajiban kedua belah pihak secara tertulis, perjanjian ini tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga membantu menghindari potensi konflik di masa depan. Perjanjian kerja yang baik mencakup aspek penting seperti tanggung jawab pekerjaan, durasi kontrak, gaji, serta aturan terkait pemutusan hubungan kerja, sehingga memberikan perlindungan dan kejelasan bagi semua pihak yang terlibat.

Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang perjanjian kerja dan penerapannya yang tepat sangat penting untuk menciptakan hubungan kerja yang harmonis dan produktif. Dengan perjanjian yang tersusun dengan baik, karyawan merasa lebih dihargai, dan perusahaan dapat memastikan operasional berjalan lancar sesuai kesepakatan yang berlaku.

You Might Also Like

Pelatihan Human Resource: Dari Soft Skills hingga Hard Skills, Ini yang Harus Anda Ketahui!

Mengoptimalkan Pengelolaan SDM dengan Teknologi HR

Cara Mendapatkan Sertifikasi HR BNSP: Persiapan dan Prosesnya

TAGGED:lembaga trainingperjanjian kerjaTraining HR

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook Twitter Copy Link Print
Share
Previous Article sertifikasi hr bnsp Cara Mendapatkan Sertifikasi HR BNSP: Persiapan dan Prosesnya

Stay Connected

248.1kLike
69.1kFollow
134kPin
54.3kFollow
banner banner
Create an Amazing Newspaper
Discover thousands of options, easy to customize layouts, one-click to import demo and much more.
Learn More

Latest News

training hr

Tempat Terbaik untuk Meningkatkan Keterampilan Sumber Daya Manusia Anda. Dapatkan pelatihan HR profesional, mulai dari manajemen kinerja hingga pengembangan bakat, yang disesuaikan untuk kebutuhan organisasi modern.

Quick Links

  • Inovasi dan Teknologi HR
  • Pelatihan HR
  • Peraturan dan Kebijakan
  • Sertifikasi BNSP HR
Reading: Perjanjian Kerja: Hak dan Kewajiban Karyawan serta Perusahaan
Share

Informasi Layanan

  • Sistem HR
  • Pelatihan Sumber Daya Manusia
  • Talent Acquisition
  • Lembaga Training HR
Reading: Perjanjian Kerja: Hak dan Kewajiban Karyawan serta Perusahaan
Share

Contact Info

  • Infiniti Office MTH Square Ground Floor A4/A Jl. Letjen M.T.Haryono Kav. 10 Jakarta Timur 13330
  • Informasi Training: 081181209898
  • kompetenmsdm8@gmail.com
  • Senin- Sabtu 08:00 – 17:00 WIB
Instagram Facebook Twitter Youtube Linkedin

Copyright © 2024 Training HR. All Rights Reserved. SEO by techthinkhub.co.id

Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?